Tiada kurang pahamku tentang betapa panjang rasanya waktu dilalui
saat menunggu dalam penantian. Dan akan lebih lama lagi apabila dibumbui
dengan kerinduan. “Time heals every wounds,” seorang bijak pernah
berkata. Semakin menekankan betapa hebatnya waktu dalam mengubah banyak
hal. Waktu adalah dimensi yang mutlak berjalan dalam semesta kehidupan.
Banyak sekali rumus-rumus keilmuan yang menggandeng waktu sebagai kawan
dalam menghasilkan perhitungan baku. Sebagaimana kecepatan ada dalam jarak perpindahan pada setiap hitungan detik.
Waktu merupakan satu dari tujuh besaran pokok pengukuran. Satu yang paling menakutkan dan kejam menurutku. Yang tak pernah patuh oleh kehendak siapapun. Terus berlari tanpa pernah berhenti. Bengis sekali, ada atau tidaknya perpindahan suatu benda, waktu akan terus berganti tanpa komando. Namun satu hal yang pasti bahwa jarak akan memakan waktu dalam perpindahan, tapi waktu takkan memangkas jarak tanpa ada perpindahan. Hanya cintaku kepada Hanung yang tak pernah berkurang pada bentangan jarak yang sama dari waktu ke waktu. Dari detik yang berubah menit, menit yang menjelma hari, hingga hari yang mencipta windu.
Aku di sini dan kau di sana
hanya berjumpa via suara
namun ku selalu menunggu
saat kita akan berjumpa
Meski kau kini jauh di sana
kita memandang langit yang sama
jauh di mata namun dekat di hati
Jarak dan waktu takkan berarti
karena kau akan selalu di hati
bagai detak jantung yang kubawa ke manapun kupergi
Lagu dekat di hatinya Ran mengiringi langkahku menuju kampus pagi ini. Angin yang lembab dan bersuhu rendah menampar wajahku. Awan kelabu yang menggantung tampak ragu-ragu untuk mengembun. Menunggu angin yang pantas untuk menggodanya terurai bersama gravitasi.
Bip... bip....
Nada penanda pesan singkat berbunyi menyela lagu yang sedang kudengarkan melalui earphone yang tersambung dengan telepon genggamku. Melihat layarnya membuatku melengkungkan bibir membentuk sabit tipis. Pesan pertama setelah seminggu tak memberi kabar dan membalas pesan singkat ataupun menjawab panggilan dariku. Pesan singkat dari Hanung.
“Anjani. Aku ingin kau hidup tanpaku. Kuharap kau dapat menemukan seseorang yang dapat mencintaimu. Maafkan aku. Terima kasih untuk tidak menghubungiku lagi.”
Waktu telah membuat partikel air yang semula bergelayut pada lapisan troposfer kini telah menyentuh kulitku yang pucat. Satu, dua, tiga tetes hingga tak terhitung lagi banyaknya. Memburu tubuhku yang bergeming terpaku ke bumi. Membuat kuyup seluruh tubuh. Juga hatiku yang kuyu.
Akurasi waktu dalam menjelaskan banyak fenomena tak berlaku dalam pertalian cinta di antara kami. Berbeda denganku lain pula pada Hanung. Waktu dan jarak telah memangkas cintanya yang telah kuncup. Menebas cintaku yang mekar dengan kecewa. Hatiku kebas. Luka.