Pages

  • Beranda
facebook instagram google+

my delusions

keep me alive


Beginilah kiranya jika memelihara hidup dalam kesendirian tanpa beroleh seorang kekasih. Terjaga tengah malam hilang akal hendak mengenangkan perihal apa. Mencari-cari perkara yang bisa untuk dikenangkan. Mengisi hati yang mendadak senyap dihantam oleh kelengangan malam. Apabila jiwanya ialah pujangga maka akan tercipta sajak-sajak bagus dan serasi. Tetapi akan jadilah ia sebagai sajak tak bertuan. Indah, namun hilang maknanya lantaran tak menaruh tujuan.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Tiadalah kuasaku dalam menyinggung perkara cinta yang telah lewat. Bahkan jika dalam hal menagih janji yang kau lisankan dengan hiasan tutur yang melenakan. Salah pula jika saya memegang paham "Apalah faedahnya mengikrarkan janji suci dalam kesakralan jika nantinya ikatan yang tersimpul kan terberai jua karena rapuh ucapmu"

Cinta hanyalah masalah ketika Tuhan mengarahkan hati pada suatu hati. Ketika kita dihadapkan pada pilihan yang sempurna, tetap saja cinta takkan menjadi ketika Tuhan tidak sedang mengarahkan. Hakikatnya cinta berhak tumbuh dimana saja. Besarlah malu saya meminta-minta kecintaanmu terhadapku yang telah tiada itu.

Nyatanya telah berapa kali saya menyatakan ikhlas, meski sebenarnya tidak pernah saya rasakan rela melihat engkau bercinta-cintaan dengan wanita selain daku. Hakikatnya pula begitulah cara manusia berkilah dengan sakit atas penanggungan rasa cintanya yang tak sampai pada maksud hati.

Janganlah berfikir saya tak pernah mencoba jalan baru. Sayapun ada pula berandai-berandai hidup bahagia dengan orang lain selain engkau. Tidak pula saya ingin menjadi orang yang merugi dimasa depan. Bertambah pula paham saya bahwa orang yang terjebak pada masa lalu adalah orang yang tak berbelas kasih dengan orang yang akan hidup dalam masanya yang akan datang.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Jika kau mengenal cinta, disanalah akan kau temukan Tuhan. Seseorang yg akan kau anggap lancang dalam menghadirkan atau mengangkatnya hingga tercerabut untuk pemaknaan cinta dalam pandangan sempitmu. Keputusan akal dangkalmu dalam mengutuki rasa sakit yang kau sendiripun takkan pernah mengerti bagaimana terciptanya. Dalam kesadaran bahwa bukan kau yang bertanggungjawab untuk menangkalnya. Jika harus kau amin-i ada kuasa yang tak bisa kau tolak, dengan setiap caranya itulah Tuhan mengajarimu memahami cinta.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Jika mencintaimu adalah bentuk kegilaan, maka sisa hidupku adalah ketidakwarasan. Dan aku tak ingin menjadi normal untuk tahu segala ke-morbid-an ini.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Semasa patah hati, sakit hati atau remuk hatinya adalah bahan bakar terbesar seorang pujangga menciptakan sajak-sajak indah nan bagus dan serasi. Begitu pula halnya ketika sedang jatuh cinta. Sesuatu yang berkaitan dengan rasa cinta dalam hati, entah itu yang membuat kadar endorfin meningkat dalam tubuh atau malah sebaliknya, mampu membuat imaji seseorang luntang-lantung tanpa batas. Lantas, jika hilang dari ucapnya atau gores penanya akan kata-kata yang indah itu, maka patutlah muncul kecurigaan jika cinta itu telah hilang dari hatinya.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

"Tempat ini tak pernah sepi ya Bang kalau hari mulai senja." Gadis berwajah bundar itu mengambil posisi untuk duduk di sebelahku. Obrolan pembuka yang hangat meski kami pun sama-sama tau bahwa kalimat tersebut hanyalah basa-basi yang amat dipaksakan.

"Kau benar Alita. Terlebih ketika musim panas berangin seperti saat ini, langit senja tak hanya indah dengan semburat jingga mentari yang hendak kandas di garis cakrawala. Banyak sekali layang-layang bermacam warna dan bentuk saling berebutan ruang." Obrolan dari mulutku keluar dengan lancar meski tenggorokanku serasa tercekat.

"Kau tau kan aturan main disini Alita?" Aku menatapnya lekat-lekat, mencoba melihat reaksi dari wajahnya.

"Tau Bang. Siapa yang lebih dulu memegang benang layangan yang telah putus dari sambungan benang si pengendali pertama, dia lah yang berhak memiliki layangan itu." Ia menundukkan wajahnya menghadap ke tanah sambil membuat coretan abstrak dengan ranting pohon yang entah sejak kapan ia genggam di tangannya.

"Dari aturan itu aku menjadi lebih lega untuk melepasmu Alita. Takdir. Ya, takdir. Aturan itu aku maknai sama dengan takdir. Setiap orang berhak mengejar layang-layang yang telah putus itu. Orang yang paling kuat dan cepat dalam berlari pastilah akan kita duga sebagai orang pertama yang akan mendapatkan layang-layang. Tapi ternyata tidak semudah itu Alita. Ketika tinggal sejengkal lagi ia merengkuh layang-layang tersebut bisa saja angin yang lumayan kencang berhembus dan menerbangkan layang-layang menjauh dari gapaian tangannya. Bisa jadi angin tersebut membawa layang-layang tadi tepat dihadapan pengejar lain yang pada saat bersamaan tidak sedang mengejar layang-layang yang satu itu melainkan yang satunya lagi." Aku mencoba menahan getir dihati. Tatapanku ku arahkan ke langit mencoba menatap beberapa layangan yang benang pengendalinya saling bergesekan.

"Begitulah yang terjadi pada hidup orang-orang di dunia ini Alita. Banyaknya pengorbanan, jerih payah dan derita yang mereka hadapi demi menggapai harapan tak serta merta dapat mewujudkan segalanya. Ada tangan-tangan tak terlihat yang berkuasa mengendalikan kehidupan." Aku memalingkan wajahku agar Alita tak melihat bulir-bulir air mata yang mendesak keluar mulai tak tertahankan lagi.

"Pergilah Alita. Kumohon pergilah sekarang juga. Aku telah ikhlas. Tak baik sekiranya jika kau tetap disini. Kau telah jadi pinangan lelaki lain. Takkan baik pandangan orang terhadapmu melihat kita berduaan disini." Aku mencoba memblok wajahku dengan lengan. Kubenamkan wajah diantara sela tekukan kakiku.

"Maafkan Alita Bang Zein." Ia berjalan menjauh dari tempatku.

Cahaya-cahaya keemasan yang semula memenuhi langit kini telah banyak tergantikan oleh ruang tak berwarna. Layang-layang yang semula memenuhi ruang pandangan kini tinggal hitungan jari. Langkah mantap yang semula ragu telah pula hilang dari pendengaran lenyap termakan jarak yang kian bertambah. Aku tak sempat menangkap sosoknya ketika susut dari jangkauan mata. Hanya untuk menatap siluet seorang wanita yang telah aku cintai sejak rambutnya masih dikepang dua keberanianku tak bersisa. Aku terlalu takut untuk menyaksikan punggungnya yang menjauh. Tak tau harus bagaimana kumaknai kata maafnya. Kata maaf menyelamatkan egoku untuk sejenak. Aku sedikit lega. Aku tak harus mendengar kata selamat tinggal darinya. Dari seorang wanita yang sangat aku cintai sejak pertama bertemu hingga saat ini. Pada pertemuan terakhir kami di batas senja.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

about me

about me

Follow Me

  • google+
  • facebook
  • instagram

Categories

  • cerpen
  • Flight of Ideas
  • Mozaik

Blog Archive

  • ▼  2014 (11)
    • ►  September (1)
    • ▼  November (6)
      • Batas Senja
      • Semasa patah hati, sakit hati atau remuk hatin...
      • Jika mencintaimu adalah bentuk kegilaan, maka si...
      • Jika kau mengenal cinta, disanalah akan kau te...
      • Tiadalah kuasaku dalam menyinggung perkara cin...
      • Beginilah kiranya jika memelihara hidup dalam ...
    • ►  Desember (4)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Visitors

Followers

pengunjung online

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates